Sabtu, 05 Juni 2010

Hasil Diskusi Pertemuan IV

Diskusi Setu pahingan Jumat 4 Juni2010 di Karangdwo ; Kawruh Jiwa
yang hadir :
1. Tatok
2. Didit
3. Trisno
4. Eigner
5. Kristi
6. Pakde gun
7. Eric
8. Vicki

Didit:
Pengantar dengan pembacaan makalah mengenai kehidupanSuryoMentaraman Rasa ingin bertemu dengan orang meski dengan sudah menjual seluruh hartanya dan bahkan dalam perjalanannya bahkan dianggap sebagai penyembuh dia juga masih bertanya-tanya tentang belum bertemu dengan orang.
Pengaaman dalam bertemu dengan orang dialami pada saat kali opak banjir dan dia menyeberang dan sampai di tengah suryo mentaraman gelagapan dan pada saat itulah dia baru merasakan bahwa dia merasa bertemu dengan orang
Jiwa adalah yang tidak kasat mata dan raga adalah yang kasat mata
Rasa yang tidak dapat dipahami itu adalah
Rasa itu ajeg
Yang perlu dipelihara menurut dia adalah rasa ajeg
Menurut suryo mentaraman supaya tidak jatuh dari neraka itu adalah dengan memelihara rasa ini.
Tugas manusiaadalah mengenal kemunculan dari karep

Tatok :
Sejauh yangsaya tahu
Memang padapertanyaan yangdiajukan leh surymentaraman samadengan yesus siapakah sesamaku manusia. Itu yangselalu ditanyakan artinya sdiatidaktahu siaakah manusaia makadiatidak tahu bahwadirinya sendiri adalah manusia nah dari pergumuan yang dahsyrat ituah surymengambilpengalamanpalingtragis danitu adaengaruh budhisnya yaitu pada saat orangterjatuh pada titik palingtragisorang akan menemukan pencerahan.
Danada yangfokus kepsikologisnya seperti darmantoyatman bagaimana suryomembangunkonseppsikologisrang jawa segala macamperasaan yang bisadimunculkan leh orang danyang bisamulur mungkt\ret dan itu berkaitanjuga dengan kosmoogi orangjawadanapa yang sangat eksistensialmilikkhasnya suryo adntaradikotomiitu tidak menjustifikasi dan ini yangberbeda padaknsepgamapadaumumnya dan sebaliknya tidak dan au dihubungkan sedengan keselamatan.Suryomentaramantidaky justru kalau orangmampu berada diatas segaanya itu. Nah orangharus bisamasukkerasa. Kebahagiaan akan kurang ketikaterpengaruh rasanya Rasa adalah tetap ! orang mengenalikembalipada intihidupnya yangmenurut suryomentaraman yangtidakdipengaruhi oleh keadaan yang diahadapi. Nahitu dari sisi psikologikanpengaruhnya sangat banyak cnth sederhana saja orang jawa ini yangpernah diprotesistrinya penginjildari beanda yangpernah datang diGKSBSkepada ajajran jemaat masak ada seorang ibu yang kehilangan anaknya dengan tragis besoknya kami datang dengan kesedihan ibu itu bisa tersenyum dan berscerita dengan tenang dan sukacuita. Nah penginjil itu kan orang belanda sehingga rasanya sedih adalah begini tapi kalau orang jawa tidak menurut suryo mentaraman.
Jangan dikira kalau orang jawaomong menulis itu tidak terstruktur dan tidakada referensinya. Manusia jawaitu tahu karena ada rasa.dirasa.
Kalau ini kalau orangkristen itu yang kekaladalah logos yang adalah Allah nah kalau suryo puncakspiritualitasnya adalah rasa. Nah ini masalahnya.
Nah kalau yangbuku-buku olmiah yang terakhir itu yang menmggugat tentang monteisnya berger itu kenapa kekristenan memusatkan padalgos lalu dkembangakankepadareformasikemudian pencerahanlalu fkusnya padailmu dan pengetahuan.Sisi yang berbeda dikesampingkan.

Didit :
Orang yang dicari adalah bejo dan ssama seperti yesus.Semua itu karep

Vicki;
Jadi yang dicari Suryo adarasa ya ?

Tatok ;
Kabegjan itulah yangdia cari lha menariknya adalah dia yang menciptakan rasa

Vicki :
Seperti yang saya bacapadanoveldan terbantu setelah membaca buku harun

Tatok :
Hati hati dalammembacabuku harun karenadiamembaca jawa dengan kacamatakristen
Kalau difilsafat modern yang bisa dipadankan itu kalau rasa itu dilihat sebagai sebuah sistimpengetahuan dia itu adalah engetahuan yangtidak bisadijelaskan dan setiaporangunya kenapaserangbidan sama=samadididikdiperguruan tinggi yang samayangsatu lenbih disenangiorang yang laintidak.beda dengan ahli kompyangpunya keahlian yang sama. Kenapapetani sama-sama mengetahui soalpertanian tapi ada yang hasnya baikdan yang satu tidak.Nah itu menurut pengetahuan modern ada satu pengetahuan yangtidakdimiliki olehorang tersebut.

Didit :
Saya pernahdijelaskan saat pakde belummeninggal bukak jendela adasinar nah itu yang dinamakan bejo

Tatok :
Itu samadengan anekdotnya tentang tidur,tidur hanya bisa diterimabukan dikarepkeatau dijadikan kabegjan.

Kristi :
Berarti tidakbergantung padasebab akibat.

Tatk :
Tapi proses dia kan memang melewati itu juga. Dia masuklebih dalam sekedar kausalitas,sebab akibat,

Vicki :
Kalau begini bisadisamakan dengan pengalamansiritual

Tatok :
Puncakpengalamans[puncaknya suryo adalah di sngai,yesus digetsemani,muhammad miraj,

Vicky :
Saya juga pernah mengalamaihal itu saya akan menabrakmobil saya remdanmuter rasanetreceb-treceb

Tatok :
Itu kan jugapentgaruh islamajuga bahwa catatan dalamdiri manusia adalahknsepdasarnya orang sejaklahiradalahkosong bersih seperti buku putih.tapi itu juga jangan langsung diterimakarena sanga tbertentangan dengan iman kristen.

Didit :
Yang menarik anak-anakdari Suryo banyak yang masuk katolik

Tatok :
Kenapa gereja katolik bisa menjadi besar dan aman di jogya karena bisa inkulturasi.

Kristi :
Yang menjadi rumit adalah dalampenjelasan bahwa rasa yang adaadalah rasa takut,marah

Tatok :
Rasa yang sudah diberi predikat

Vicki :
Kalau suryo yang diajarkan masalah jiwa ya ?

Tatok :
Bukan ! tapi masalah rasa.Jiwatapi bukan dalam arti jiwa yang kekal.

Kristi :
Apakah bisa dipadankan dengan damai sejahtera ?

Tatok :
Entahitu masih sesuatu yang dikarepke mungkinklaau bentuknya sama tetaiitu kan kaau di riten adalah ajaransesuatu yang harus diajarkan.Surymentaraman justru tidaksuka bahwa rasa itu tidak bisa dicari tapi diterima

Didit ;
Damasejahtera dikatakan suryo dengan tatag ketikaorangsudah menemukan rasa itu

Tatok :
Itu yang sedang dicari perdamaian sejati itu yang seperti apa sih / ada yangdengan pendekatankonflik lah nah ada yang spiritualis modern mrekart itu yang mempelopri yangterus dikutipbanyak tokoh bahwa perdamaian itu adalah orangharus diajari dengan melihat dirinya sendiri.
Kalau dalam istilah kekristenan itu sendiri adalah berserah.

Rabu, 02 Juni 2010

jangan lupa...

Jangan lupa pertemuan selanjutnya tanggal 4 juni di pastori Pdt.Radhitya GKJ Karangdowo jam 21.00

Bahan Diskusi II

Generasi Pasca-Transmigran
(Transmigrasi dari Jawa ke Sumatera)

Pendahuluan

Generasi pasca transmigran yang saya maksudkan adalah generasi pertama transmigran yang memiliki keturunan (keturunan ke 2 dst) yang lahir di tanah transmigrasi. Transmigrasi mempunyai arti perpindahan jiwa dari satu tempat (asal) ke tempat lain yang bukan asal asli mereka.
Hal ini menjadi menarik untuk saya angkat dalam diskusi ini karena banyak hal seperti proses adaptasi sampai pada transformasi budaya yang membentuk budaya baru pada generasi selanjutnya. Pada dasarnya generasi ke 2 dst, sangat mempertanyakan budaya asli mereka, atau secara singkat mereka mengalami suatu kebingungan akan identitas budayanya karena mereka di lahirkan dan hidup pada dua budaya yang berbeda (antara budaya dari orang tua dan budaya baru yang mendidik dan membesarkan kehidupan mereka).

1. Zaman transmigrasi awal (proses adaptasi dan transformasi budaya).

Transmigrasi adalah perpindahan jiwa (sekelompok orang) kedaerah baru, transmigrasi (penyebaran penduduk) sebenarnya sudah ada jauh sebelum masa kolonialisme, perpindahan penduduk itu disebut transmigrasi klasik. Istilah transmigrasi menjadi popular ketika pemerintah colonial Hindia-Belanda mencanangkan program transmigrasi sebagai politik etis (politik balas budi). Hal ini dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda yang konon untuk mengurangi kemiskinan di pulau Jawa dan memperbaiki ekonomi mereka yang diberangkatkan sebagai transmigran. Kemudian program transmigrasi tidak lagi dari pulau Jawa saja, tetapi juga dari luar Jawa seperti Bali, Sulawesi, Madura dll. Tetapi dalam jumlah yang relative kecil tidak seperti transmigrasi yang diberangkatkan dari Jawa.

Dari awal mula (generasi pertama) transmigrasi ini sudah terlihat adanya sebuah percampuran penduduk, yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang yang memiliki budaya yang berbeda dalam “perekonomiannya”. Percampuran penduduk itu sudah bisa disebut plural yang mengakibatkan adanya suatu konflik antara penduduk asli dan pendatang dan antara penduduk pendatang. Tidak jarang juga dalam proses adaptasi itu ada terjadi perbedaan budaya yang mengakibatkan konflik dan hal itu sangat wajar terjadi dalam perjumpaan antar budaya. Salah satu contoh yang tidak asing lagi yaitu; orang Jawa menyebut orang asli Sumatra dengan nama “Mbelung” ang berarti orang yang tidak mengenal sopan-santun/tata krama. Kemudian sebaliknya orang asli Sumatera menyebut orang perantauan dari Jawa dan yang lainnya sebagai penjajah yang mengusik kehidupan mereka, Konflik kekerasan antar suku. Dan masih banyak lagi stigma-stigma yang kurang baik dari kedua suku yang berbeda untuk saling menjelekkan. Tidak sedikit juga orang transmigran memilih pulang kekampung halamannya yang semula, karena ketidakcocokan dengan perjumpaan-perjumpaan budaya yang terjadi, yang dirasakan kurang mengenakkan, karena dikampung halamannya mereka merasa lebih nyaman.

Dari konflik dan perjumpaan-perjumpaan itulah yang menjadikan adanya transformasi budaya sehingga menjadi sebuah budaya baru tanpa melepas budaya asli mereka (menyadari pra-paham mereka atas percampuran/perbedaan-perbedaan budaya yang terjadi). Ini adalah fenomena yang terjadi dari generasi pertama yang bisa disebut generasi “Bapak” bagi generasi kedua dan generasi “Simbah” bagi generasi ketiga dst.

2. Generasi pasca-transmigrasi.

Generasi pasca-transmigran yang saya maksudkan disini adalah generasi kedua atau anak-anak yang lahir di daerah transmigrasi atau yang akarab disebut “Puja Kesuma (putera Jawa yang lahir di Sumatera)”. Dalam generasi ini banyak terjadi kasus-kasus unik seperti:
1. pencarian identitas budayanya,
2. pergulatan psikis anak-anak “puju kesuma” (suatu harapan/keinginan ketika ia kembali ketanah leluhurnya atau hanaya sekedar berkunjung kepada sanak saudara di tanah Jawa ia ingin ada status “persamaan” dan tidak di nomor duakan sebagai anak-anak transmigrasi),
3. keinginan untuk memahami budaya aslinya (tradisi leluhurnya).

Pergolakan yang dialamai ini adalah akibat dari perjumapaan dengan budaya-budaya lain di tanah perantauan, perjumpaan lintas budaya itu menjadikan suatu budaya baru dalam kehidupan orang transmigrasi dan budaya baru itu adalah yang budaya menjadi budaya asli anak “Puja kesuma”. Anak-anak yang lahir dalam konteks transmigrasi mereka mempunyai 2 unsur budaya yang berbeda;
1. budaya yang berasal dari orang tuanya
2. budaya yang terbentuk dari transformasi budaya yang kini menjadi budaya anak “puja kesuma”.

Pertanyaan terbesar anak puja kesuma yang sering muncul adalah “saya orang mana?”, dalam benak anak transmigran pertanyaan yang seperti ini sangat wajar terjadi dan terkadang juga tidak disadari. Tetapi kebanyakan jawabannya ialah “saya orang sumatera tetapi bapak-ibuku orang jawa”. Hal menarik lainnya ialah kebanyakkan anak “puja kesuma” sudah tidak memahami bahasa Jawa, mereka bisa berbahasa Jawa tapi dalam konteks bahasa sehari-hari (bahasa ngoko dan ngoko halus). Bahasa mereka sudah kurang memahami, apalagi persoalan budaya dan adat istiadat asli Jawa, mereka sudah tidak memahami lagi. Sedikit kemungkinan ada yang masih memahami. Dari hal semacam inilah ketika mereka pulang ke Jawa, menuntut ilmu (kuliah) atau hanya sekedar menjenguk sanak saudara, mereka sering kali merasa bingung dan “rikuh” atas budaya asli Jawa. Mereka merasa menjadi yang nomor dua dan agak sulit mendapat pengakuan sebagai orang Jawa seperti bapak-ibunya dulu.

Suasana yang semacam inilah yang terjadi pada anak-anak yang lahir dari daerah transmigran dan saya juga termasuk anak-anak transmigrasi yang kehilangan budaya asli Jawa dan berganti dengan budaya baru, (budaya akibat adanya transformasi dari budaya-budaya yang berbeda). Saya menilai bahwa saya adalah anak yang berada dalam generasi “magel dalam hal pergolakan budaya”. Inilah penilaian saya dan refleksi saya selama menjadi anak yang lahir dalam budaya baru (transmigran). Sungguh menarik dan unikkan, lahir sebagai anak transmigran yang hidup dalam 2 dunia budaya?




3. Perbandingan Teologis

Sebagai perbandingan teologis saya mengangkat kisah perantauan bangsa Israel ke tanah Mesir. Saya mengangkat kisah ini karena sangat menarik dan hampir menyerupai system transmigrasi klasik. Kisah perantauan Bangsa Israel ke tanah Mesir sebenarnya adalah kisah perpindahan yang dilatar belakangi oleh factor ekonomi (factor peceklik pangan pada zaman Yakub) dan berakhir menjadi perbudakan yang dilakukan oleh Bangsa Mesir. Dapat dibandingkan dalam Kitab Kejadian 37:1-50:26. Perbudakan itu bisa dipahami seperti kerja rodi pada zaman penjajahan Jepang di Indonesia. Karena sudah merasa tidak lagi nyaman, kemudian Bangsa Israel memutuskan kembali kenegri asal mereka yang dipimpin oleh Musa dan pada akhirnya tanah Kanaan menjadi tempat menetap mereka yang disebut-sebut sebagai tanah leluhur mereka dahulu. Sekilas kita bisa melihat pada masa perantauan Bangsa Israel di Mesir ada suatu perbedaan budaya dan perbedaan budaya itulah yang menjadi benturan utama mereka pada mulanya. Contoh yang menonjol ialah masalah perbedaan kepercayaan, Bangsa Israel menganut paham Mono Theis sedangkan orang Mesir menganut paham Poli Theis.

Masa perbudakan Bangsa Israel di tanah Mesir kita bisa memandang dari sisi lain sebagai benturan budaya-budaya klasik pada umumnya. Pada umumnya budaya klasik memiliki pemikiran siapa yang kuat itulah yang berhak untuk memerintah. Kisah perbudakan Bangsa Israel ditanah Mesir dapat dipahami juga sebagai konflik karena adanya percampuran budaya di tanah Mesir. Puncak dari konflik-konflik itu adalah kisah Keluaran sampai dengan kembalinya Bangsa Israel ke tanah leluhurnya.

Dari penyebaran pertama (zaman Yusuf menjadi orang penting di Mesir), orang-orang yang berangkat ke Mesir juga tidak sedikit, karena kebutuhan mempertahankan hidup mereka. Dari orang-orang yang datang ke Mesir mereka mempunya keturunan disana sampai beberapa generasi dan generasi-generasi yang lahir di tanah mesir itu mempunyai dua kebudayaan yang berbeda yaitu budaya dari orang tuannya dan juga budaya Mesir yang membesarkan dan mendidik mereka. Juga sesampainya mereka (generasi ke 4-5) ketanah Kanaan setelah masa keluaran (Exodus), mereka juga kehilangan identitas dan merasa menjadi agak asing dengan budaya di tanah leluhur mereka. Walaupun ada pergeseran budaya yang mereka miliki tetapi mereka tetaplah orang Israel tetapi yang lahir di tanah Mesir ataupun mereka yang lahir di padang pasir (ketika masa keluaran).


Sebuah Refleksi

Pergeseran budaya itu sungguh amat wajar dan pasti akan terjadi pada setiap budaya-budaya di dunia. Karena zaman terus berubah dan budaya manusia juga turut berubah seiring dengan perkembangan zaman. Budaya asli yang semula kuat di pegang oleh para leluhur kini masih ada tetapi banyak terjadi pergeseran pemahaman atau bahkan sudah hilang seiring dengan perjalanan zaman.
Sebenarnya menjadi generasi yang lahir di tanah perantauan yang terjadi silang budaya, tidaklah perlu merasa kecil hati, merasa menjadi yang nomor dua atau yang nomor sekian. Semuanya itu sama saja, hanya seakan-akan jika lahir asli di tanah leluhur, mereka lebih mempunyai derajad yang tinggi daripada mereka yang lahir di tanah perantauan. Itu semata-mata hanyalah stigma buruk saja yang sebenarnya tidak pas. Memang pada mulanya terjadi perpindahan penduduk (transmigrasi), kebanyakan mereka adalah orang yang miskin atau orang yang mempunyai suatu keburukan dalam masyarakat. Mereka mengubah nasib di tanah perantauan dan berusaha merubah citra buruk yang dimilikinya dahulu. Anak-anak yang lahir di tanah transmigran juga mewarisi stigma buruk yang di bawa oleh orang tuannya dahulu , tetapi itu hanyalah sebagian kecil saja. Ini adalah refleksi dari kisah saya sebagai anak transmigran dan juga mewakili kisah teman-teman saya baik teman pada masa kecil, remaja dan sampai saat ini yang sama-sama lahir di tanah sabrang yang memiliki suka-duka yang hampir sama sebagai anak transmigran.






By. Vicky ts






BIODATA

Nama: Vicky Tri Samekto
Tempat dan Tanggal Lahir: Air Sugihan, Kab. Musi Banyu Asin Sumatera Selatan, 27 September 1987
Email/phone: Ken_arok72@rocketmail.com, phone: 085664723623/087838139625
Mahasiswa Teologi STAK MARTURIA 2009/2010 YOGYAKARTA.

Hasil Diskusi Pertemuan II

Diskusi ke dua sabtu pahingan di rumah pak tatok, 19 Maret 2010

Yang hadir :
Pdt. Didit
Pdt. Ika
Pdt. Kristi
Pdt. Tatok
Edi Guntoro
Vicky
Victor
Erri
Martinus
Trisno


Perjumpaan dan kita sadar benar baahwa dalam kehidupan kita sehari=hari kita selallu bertemu dengan tuhannya sendiri-sendiri (Kontektualisssi)
Bagi orang jawa konsep adalah belakangan yang penting cara pandang setelah iotu baru orang bisa membangun sebuah jkonteks tertentu berbeda dgn orang diluar jawa yan mementingkan konsep adi tentan tuhan itu konsepnya dulu kalau orang jawa apa yang kamu rassakan apa yang kamu alami .

Tatok ;
Kalau kamu apa yan kamui fahami
Ika :
Tiodak tentu, kadang tiba-tiba tapi sesuatu yang mujngkin karena dibiasakan jadi konsepnya dulu
Gun:
Theologi ini di cerita sampai sekarang yang ilahi itu sendiri bagaimana ? misalnya ya percaya adanya TUHAN tapi ternyata dalam kebudayaan budaya jawa misalnya bersih desa lakone sri mulih karena begitu percaya ya percaya dengan TUHAN, TUHAN itu yang mana dan saya minta penjelasan. Nah bertani itu bagiamana sebelum menanam itu bagaimana ? ditanya percayane karo sopo ? ya kepadda yang berkuasa. (TUHAN) nah itu kalau hubungannya dalam agama yang tidak jelas lagi misalny hanya untuk makan saja minta kepaa TUHAN Paahla menurut saya ini dalam jawa.

Tatok :
Jadi ada sesuatu yang baru kemarin pak folker waktu kesini yang sedang menekuni seni lukis ind jaid dia memang teologi prof dari elanda yang mengekspresikan imannya. Dia membuat pernyataan yang sederhana saja kalau kalian inigin balajar tentang kontekstual kali an punya modal begitubanyak belajar opada oara seniman padda para budaya disini. Jadi yang disampaikan mas gun ya benar misalnya merefleksikan TUHAN pada saat nonton wayang, bertani ya bertanya pada dalang atau tanya pada pelakunya. Nah ini adalah sesuatu yang baru segala sesuatu beranya [ada ara teolog sekarang tidak lagi. benar jika untuk urusan berdasrkan di Alkitab lewat pendeta.. Jadi ini justruiu menguatkan mengenai cara pandang atau konsep.

Ika :
Celakalah kita yang merefleksikan sesuatu lewat konsep ebagai orang muda
Tatok:
Itu adalah proses dan itu kenyataan bahwa sebagai sebuah konstitusi agama bahwa agama itu memberikan sebuah pegangan. Dan pada akhirnya terlena pada apa yang menjadi pegangannya. Jadi untuk mas gun lebih baik berani bertanya. Tapi bagi seniman dan pelaku buaya itu adalah suatu hal yang biassa.
Gun:
Saya pernah dengan tokoh muhammadiyah bertanya tentang TUHAN ya sampai saat ini ya tidak jelass.
Tatok
Ya itulah perjumpaan antara cara [andang dan konsep dan akan selalu kita alami
Didit :
Antara konsep dengan sesuatu yang penanaman dari keluarga dengan masyarakat dijelaskan dulu. Konsep yang senantiasa berkembang
Tatok
Selain yang berangkutan lingkungan kan juga mempunyai pengaruh yang kuat karena ini adalah sesuatu ya ghidup dan berpengaruh tidak hanya sesaat
Didit:
Harus ad astandarnya tidak ?
Tatok
Nah itu adalah kekeliruan cara pandang teologi kepada seniman.
Gun :
Sebenarnya orang kesenian punya konsnep
Tatok :
Ya dan berbeda dengan konsep ini.
Didit :
Kitaharus dapat menjembatani agar tidak memandang seniman adalah liar.
Tatok ;
Setiap seniman punya konsep namun kita haruis melihat bahwa dia seenarya punya konsep
Gun :
Mungkin orang kesekian konsepnya tidak sama kalau teologi kan seragam
Tatok :
Kalau orang kesenian konsepnya kan sudah baur.
Didit :
Pengalaman dengan mas un itu ketika ngamel semua orang bisa mengikuti namun ketika ditanya mrkk yang ditany aapa yan kamu daoatkan ya bingung juga.
Victor :
Sebuah p[ertany amengenai hal kontekstual berkaitan dengan budaya aaaasekaligus yag pujakesuma konsep kontekstual itu ……

Vicky :
Yang mendasari ini adalah pergumulan tentang tanah karena begitu banyak orang jawa mendiami setiap tanah samapai dimanapun. Dan ini adalah refleksi saya saat bertanya-tanya saya ini benar-benar orang mana saya orang jawa disini saya disebut orang suatera.Dulu saya membaca tesisnya pak Tatok tenryata iya saya mepunyai 2 budaya antara orang tua dan lingkungan pasti sudah ada pergeseran budaya.
Adaptasi terhadap ddaerah setempat selalu diwarnai dengna konflik.

Tatok :
Jadi kalau memulai sebuah efleks adlaah yang paling efektif adalah berbicara megenai tanah sebab orang yang masih terikat dnegan teritori itu sendiri karena tanah tu adalah nya sadumuk batuk senyari bumi.

Vicky :
Sisitheologis say amemandang perpindahan bangsa israel ke mesir adalah masalah pangan.

Tatok :
Bagi orang jaw amalu adalah sesuatu yanpalin penting orang sampai berani mati untuk menghindari rasa malu. Beda dengan orang barat yang memeprssalkan salah aau nbenar itulah yang diutamakan bahkan dalam urusan teologi Dosa itu salah atau benar. Beda kalau orang jawa dosa itu adalah malu atau tidak.
Jadi selain tanah yang ingin ia refleksikan dan masalah rasa.
Bagaimana orang jawa berteologi.

Ika :
Kebali pada persoalan sebenarnya didunia ini kan banyak perantau mislnya orang cina, jaw ayang di suriname apakah mereka juga masih bertanya tentang diri.
Tatok :
Itu ada contoh yang menarik ketika gusdur mengakui confiusisme menjadi agama Konghucu saya kira begitu juga kesadaran yang muncul yaitu ketidak beranian untuk melihat bahwa kita ini campuran kalau mau diistilah kan sinkretis ya sinkretis. Ibu saya itu kan anaknya dalang dan menjadi kristen karena mendapat bapak saya yang berasalah dari desa kristen. Dan dalang aman dulu itu tidak masalah dia beragama apa. Dan dia dengan mudahnya menggambarkan dengan wayang . Nah ibusa ysaya itu kalau nyekar selalu tegang baru-2 kali inilah bahwa kalau ke kuburan itu harus berdoa. Nah karean dia itu kristen yang notabene tidak boleh berdoa di kuburan.. Artinya kita harus mulai itu kita selalu berada di persimpangan dan itu semua ada kallau mas gun mebuat notasi musik gitu apakah harus selalu ada musik kristen ?

Gun :
Tidak !

Victor :
Saya merasa setelah hadir di jawa ini, saya menjad rang jaw ayang sanga smatera dan ketika pulang menjadi sangat sumatera yang jawa.

Tatok :
Jawabannya adalah sederhana membiasakan diri saja.

Ika :
Ya sudah apa adanya. Dilakoni saja

Gun :
Ane budaya itu kan ada yang bisa dipelajari dan yang sudah gawan bayi. Nah yang penting adalah bagaimana bis amencari kita sendiri.
Didit :
Kebali pada tanah artinya bahwa yang saya tankap aalah dikaitkan denan pencarian ati diri. Di jawa orang itu ada yang bisa didunungke ada yang bisa mencari sendiri.
Tatok :
Kosmologi jawa itu jelas jawa itu pusat ! itu sama dengan orang israel bahwa pusat itu ada di yerusalem. Berbeda dengan orang barat bahwa kita ini orang surgawi, tapi bagi orang jawa ini beneran semakin jauh dari pusat berbahaya hidupnya/

Tatok :
Orang transsmigran sukses itu adalah jika mereka dapat menyekolahkan anaknya di jawa dan pada akhirnya merekapulangg juga ke jawa.
Teerdiri dari Tiga lapis :
1. Transmigran dream
2. Orang jawa yang tidak beruntung
3. Tetap meras a jawa meski di perantauan

Gun :
rang mati kok diselamati

Tatok :
Memberi penhiburan kepada yang ditinggal. Untuk memberi penghiburan kepad ayang ditinggal untuk memberi keyakinan kepaa yang ditinggal bahwa yang meninggal itu adalah orang yang selamat.

Tatok :
Bagaimana kita begitu riupad dibatasi oleh berbagai acam batasan dan itu membangun kesadaran. Pada hakekatnya orang senang membuat batasan-batasan.


Gun:
Mungkin yang dimaksudkan mas vicky adalah supaya dinaggap menjadi jawa.

Vicky :
Tanah menjadi kiblat atau tanah ebagai penuujang kehidupan ?

Tatok :
Bagaimana jika perspektif itu lebih diluaskan

Vicky :
Kiblat orang jawa dimana ?

Gun :
Tidak ada ! msalnya blowoki pada saat akan tandur !

Didit :
Pemahaman tanah tidak perlu memperlihatkan identitas diri sebagai orang ……

Tatok :
Baaimana dengan batas-2 tersebut bahwa itu adalah membuat batasan tersebut.

Gun :
Carane kamu itu kemaki misalnya kulo bade kondur ? rak dengkulmu mlocot !

Tatok:
Pertemuan selanjutnya di T4 Kristi

Hasil Diskusi Pertemuan III

Undangan jam 21.00

yang hadir
1 Pdt Kristanto
2 Pdt. Kriisti
3 Pdt. Ika
4 Pdt. Raditya
5 Pdt. Wahyu
6 Bp. Edi Guntoro
7 Bude Nawang
8 Vicky
9 Eric
10 Martinus
11 Daniel
12 Carter
13 Eigner
14 Trisno
15 Eli




Diskusi dimulai pada pukl : 22.30

Pdt Tatok
Penantar pembuka diskusi
Doma : aalah ieoloi yan mau tiak mau harus diterima padahal semmua siostem dogma adalah knep yan ibanun dalam ebuah sejarah tertentu. Konssep tentnag allah alkitab aau apa yan isebut firman keilahian kristuus addalah sesuatu yang penjelasannya sudah paling akurat ddan kita terima sekalipun isana-sini kita mempertanyakannya tapi dalam kelomok pertemuan diskusi sistim yang diterima umumlah yan diteriam bersama. Sebaai contoh apakah pemahaman kita tentang allah adalah aaran yan palin benar itu bia ipertanyakan tetapi dalam hal formal itu
Menariknya dalam makalah ini adalah sebenarnya di jawa itu adalkah ddoggma itu sendiri. Apakaah pakem itu ebuah dogma pakem adalah narasi dan bukan seistimatika bukan konsep ini dan ini. Nah kalau konsep di jawa adalah dididkusikan dalam bentuk suluh yaitu posisinya adalah argumentasis filosofis. Oleh ssebab itu waygn dimulai dalam suluk. Ekalipun nanti narasisnya sessuai enan pakemnya tetapi ketika preposisinya dilakukan out bisa difahami dalam bentuk yang berbeda.
Pemahaman tradisi, adat istiadat nah itu menariknya nah pertanyaannya adalah apakah pemahaman tentang dogma adalah ssama persis dengan ajaran tentang kekristenan. Dogma itu kan munvculnya ketika kekristenan ini berjumpa denagn filosofi yunani maka dibuatlah kesepakatan konseptual. Disaana-sini kita bisa menganaliiinya adalah hasil bargening politik seperti penyusunan penggakuan iman itu akan ada bargening politik. Lalu bargeningnya para filsuf yang menjadi penerusnya anastasius lalu menjalankan terus disitu kita bissa mengganalisisinya.
Kalau kita memahami dogma seperti itu alalu sseperti apa dalam konteks kehidupan saat iini.
Dogma bisa saja didekati dengan konsep yuridiss, tapi yang penting kita bisa mengerti bahwa dogma bisa didekati dari sei politis, ekonomis. Kenapa orang kristen menggiatkan ajaran tentang disiplin, hemat itu adalah bargening tentang ekonomi. Nah kita bisa menganalisisnya kessana nah kalau dibanddingkan dengan konsep jawa ini sebenarnya addalah dari perspektifnya penggalaman dari sesautu yan dirasa addalah pentin ibandinkan dengan pengertian yang dilakukan dengan rasio atau pikiran.

Didit :
Dari tulisan ini saya menemukan perbedaan yang nampak adalah kesannya selalu sebagai counter bahwa di jaw apenuh dengan kebebasan. Sehingga saya melihat ada perbedaaan yang nampak adanya counter yang yang pada akhirnya
Adanya kemandegan pada pemahaman kristen dan jawa

Tatok :
Munculnya keadaran bahwa oang kembali kepada cerita, Nah kita itu kan menyadari sebagai jawa adalah percaya pada ceritera. Orang kembali kepada mengapresiasi dengan merdeka terbuka tetapi uniknya mereka tetap punya hubungan satudengan yang lain. Orang bisa hidup dakalm sebuah kelompok hanya berdasarkan narasi dan itu terbukti dalam kehidupan orang jawa oleh narasinya.
Ika:
Teta[I tidak semua dengan mudah menerima itu kalau tidak salah rasanya orang kristen masih perlu diikat dengan pengalaman di tempat saya cerita-cerita yang muncul tetpai majelis yang merasa berkuasa merasa supaya jemaat tidak kebingungan.]Saya itu masuk kristen karena tata ibadahnya yang nges. Sekarang ini saya malah bingung. Mbok sepertri dulu aja kita tinggal menerima menurut mereka yang berbiucara akok sepertinya Gereja dan pendeta tidak merasa dihormati. Apakah memang bisa diterima atau memakai waktu untuk sampai kesana.

Tatok
Artinya dari cerita itu rupanya dogma ini masalah dominasi, kekuassaan. Itu;ah orang-orang yang berhalk untuk menghakimi orang lain berdasarkan dominasisnya, dan itu angat kuat di jemaat kita….Oleh Belanda. Untuk berhenti memahami bahwa kita membangun sistem bergereja yang menurut kita sangat sempurna sangat reform yang sebenarnya titu berlaku di abad 19 dulu dan belanda itu sendiri tidak s eperti yang kita bayangkan, nah diominiasi itu sendiri yang sekarang dipertanyakan nah sekarang mulai adad inovasi.
Perubahanitu sebenarnya natural Cuma karena dulunya Gereja itu diajari bahwa Gereja itu adalah pengetahuan dan itu dpertahankan oleh pendeta atau majelis (siapa yang paling tahu dan pintar atau yan gpaling berhak menentukan benar dan tidak benar)
Kala pakde kan sering berkata bagaimana orang jawa menghambat dominasi kraton tentang budaaya wayang, kethoprak. Artinya itu ekspresi konkrit dan yang paling penting bahwa side of believenya itu sendiri berani dibongkar.
Tokoh-2 Gereja yang menjadi pejuang ham adan anak dan sapai sekarang Gereja sendiri yang membedakan anak dan perempuan.
Kalau di lapngan orang berani untuk merubah tetapi ketika mauk alam komunitas menjadi mandeg.

Wahyo:
Tetapi seebenarnya ada to warga yang berani

Ika :
Paling gampang tentang perjamuan kudus anak tetapi kan tidak bisa di K dan pada waktu pakah itu ternyata bisa. An tenryata itu aa baiknya

Tatok :
Erea sering mudah seakali terganggu dengan kehadiran anak. Padahal ketika waktu kecil saya senang sekali dekat dengan dalang dan ternyata dalang tersebut tidak merasa terganggu dengan kehadiran saya.

Guntoro :
Pernah saya dengan koco ini harus menentukan membakar dupa itu tidak perlu. Terus bedanya niki membicarakan mengenaio masalah salah dan benar. Awa pilihannya adalah satria atau pejahat. Nah sattria itu sendiri ada paling tidak harus jujur. Jadi kalau jawa itu memang tidak perlu dogma tetapi tidak menamakan itu dogma karena mlarat istilah. Padahal kan senebanrya kan tidak jadi intinya adalah satria dan jahat. Misalnya seperti ini tokokh wayang togog yang suka ceramah tetapi yang diceramahi tidak pernah percaya.Misalnya yang diikuti itu biasanya adalah raja yang ingin kalau dalam wayang adalah ingin putri itu siudah dinasehati tapi tidak percaya. Oleh sebab itu disimbolkan togog itu mulutnya lebar karena terlalu banyak ceramah dan bisanya keputusan yang diambil adalah berlawanan dan togog biasanya nyengkakke. Jawa ebenarnya banyak aturan tetapi ilanggar boleh karena itu hanya pilihan satria dan jahat. Ai kalau aama bahaanya haram Haram itu boleh kok doiilakukan tergantung yang melakukan. Zjangan menduduki bantal nah bkan skedar itu, jangan makan di tengah jalan tetapi bukan skdar itu yang tersirat. Apalagi kalau membahas tulisan jawa lebih sekedar itu jyaitu hubungan rasa antara kita dengan yang……sulitnya kalau jawa u adalah dalam membuat pilihan. Scara kbjaksanaan yang mnrt jawa kebodohan ya saya setuju dengan omongan koco. Salah benar adalah faham eropa menurut saya. Nah sekarang ini akan Wong jawa itu sok sungkan rame maka benar kata pak tatok itu orang jawa kalau masuk komunitas itu lebih baiok diam karena tidak akan pernah ketemu. Lha kenapa makanan kalau di sawah itu tadi padahal kalau dirumah itu kan lebih banyak.

Tatok:
Itu yan g paling mnedasar idewa tentang salah benar sidea tentang satria dan pejahat artinya etika kita itu kan bukan untuk memahami seustua dengan rasa salah kalau dikkur masalah salah benar itu tidak cocok dengn alam pikirnya orang jawa. Tetapi bagaimana menerimanya sebagai seorang satria atau orang jahat itu yang paling kellihatan nah sementara konsep tentang dogma gerej aikita itu kan asumsi salah dan benar. Bahwa ini adalah ajaran yang benar dan yang tidak seprti ini adalah salah nah cara berfikir yang sepetri ini tidak ada dalam pikiran orang jawa.

Gun :
Dalam karawitan itu adalah bukan salah benar tetapi kurang bener, mungkin dalam lingkungan desa dulu juga Cuma kesepakatan jadi bukan hanya benar karena buku. Anatara berani atau takut. Jadi jakalau takut ya jangan berani, kalau berani yang jangan takut jadi tidak ada kebijaksanaan.

Didit
Saya jadi teringat penjlasan entang dogma kalau orang barat adalah harus dilakukan namun orang jawa adalah sebuah tawaran dan akan menjadi dogma ketika kita harus memilih sehingga dengan demikian gauungnya memang tiak mengikat semua orang.

Tatok :
Jadi kalau mau dipertemukan konkrtitnya seperti yang diusulkan mas gun tadi bisa tidak dipertemukan artinya ini kan ada alternatif, jadi adanya pilihan meski bukan antara benar atau tidak namun bisa tidak membanguin dan mungkin tidak suatu saat kalau ada istiah dogma tapi dia tidak berankgat dari masalah salah benartetapi harus dilengkapi juga dengan menjadi ksatria atau penjahat dan kalau dalam narasi alkitab adalah petrus ketika menyangkal yesus. Yeesus tidak menjustifikasi bahwa petrus adalah salah atau benar. Dan pesannya kan seperti itu.. jangan-2 kontruksi pikiran itu ssendiri yang membuat itu menjadi benar atau salah.



Gun :
Sepertri juga pada cerita wayang antara kurawa dan pendawa orang sudah menjust bahwa kurawa adalah salah. Ojo nyepelekke barang sepele.

Vicky:
Jadi sejak kapan dogma menjadi dogma ?
Ketika kita akan kembali seperti dulu ada kendala terendiri jadi adanya kebingungan itu sendiri adalah adanya kontruksi dari generasi ke generasi.
Ai dogma mulanya adalah pengajaran dan dibandingkan dengan filosofi-3 yang mengelilingi

Tatok :
Ya benar seperti yang kita awal tadi diskusikan bahwa dogma ada alasan-asalan di indonesia ini sendiri jugga ada alasan keamanan jadi tidak ada alasan etis, teologgis, a alassan keamanan saja untuk survive.. Nah kita seringkali mengasumsikan supaya semua itu bisa dijelaskan pakai konsep tentang dogma. Kalau di sejarah awalnya alasan politik adalah yan gpaling kuat.

Meang lebih pas kalau kita orang jawsa membicarakan masalah dogma itu menai pakem yan iperbaharui teru


I awa itu dogma enalkan dengan konsep-2 yang salah benar shg cara berfikir kita menjadi seperti itu.
Ai oran boleh mmepersolkan oma tetapi menenai cara berfikirnya,
Nah ada alternatif lain yang kita asumsiskan nah ini yan glebih efektif.

Kristi:
Apakah itu hampir sama dengan orang jawa kan sudah kebanyakan banyak sekali teapi tetap bahwa ini saya terima tetapi tetap ada yang kekhasan ini milik jawa yang ridak kemudian menjadi persis yang dibawa.

Tatok :
Ya, secara ssosiologis agama jawa itu sifatnya adalah penerima memang agak berbeda yang memnaddang hidupanya itu konversi bahwa agama itu urusan berpindah dari sistim kepercayaan ke kepercayaan yang lain. Di jawa tidak pernah berubah hanya modekll permaknaannya diperkaya. Jadi peneliti sekarang tidak kaget ketika ada masjiod adalah ekspresi pemujaan dari durga. di kraton adalah ekspresi dari pemujaan sultan adalah pranatagama. Jadi agama di jawa tidak bisa dilihat seperti ahgama di luar jawa
Kalau iitilah kan engan warna ya berganti tetapi essensinya tetap, kalau air ya kadang asin-,anis, tetapi airnya tetap sama. Tetapi kalalu kita mau melihat kekristenan disatu sisi orang harus mempunyai keberanian untuk mencoba berfikir secara berbeda. Kita harus berani melihat kristen di jawa ini dengan caranya sendiri tidak dengan cara korea, eropa dan menurt saya selama ini agak terabaikan keberanaian untuk kesitu.

Didit :
Pakem dimaknai ulang kembali, ada sesuau yang diajarkan. Ketika ketakutan bahwa jawa akan hilang / apanya yang hilang.

Tatok :
Bukan ionovassinya yang ddikritik tetapi orientasinya. Orientasi dasar yang dikritik oleh pak koco.

Martinus :
Mbak kristi menyebutkan bahwa dogma dalam bahsa jawa adalah pitutur jadi jkalau pitutur adalah yang diyakini.

Tatok :
Kalau memakai bahasanya mas gun kamu senangn menjadi satriya yang jelek atau penjahat yang baik ?

Kalau menurut orang jawa sudah didapuk tetapi tidak pernah mengerti dapukannya. Jadi kalalu dalang sekarang itu membuat poertunjukan sering mulang dengan membaca buku kemudian disiarkan lewat wayang. Kalau dalang sekarang itu mengjar atau mulang perumukan, beda dengan dalang dahulu selalu dengan menggunak bahsa sanepan gambar miring.

Soalnya pakai konsepnya salah atau benar

Ika:
Seperti yang saya alami

Gun :
Berjalan itu bisa cepat kalau dilakukan dengan benar.
Di katolik juga begitu kalau islam itu dzikir coba kalau doa itu dizikirkan ternyata juga bisa. Tapi itu suliit menerangkannya secara akademis.
Kalau jawa itu coba-coba dan membuktiokan try and eror
Kalau orang jawa memiirkan sebab kalau orang barat adalah akibat
Tatok
Kalau dalam konsep pendidikan itu anak diajarkan untuk berani bertanya sehingga orang yang ditanya itu memberikan defisnisi dan itulah yan ddibiasakan paddahal sebenarnya anak diberikan narasi dan diajarkan untuk meraskan dan membuktikannya. Nah kalau membayankan eperti itu kan kita bia membuka cakrawala berfikir kita.

Kristi :
seperti kalau pastoral itu kan tidak memberi solusi namun membuka peluang-peluang

Carter :
Bila ada sesuatu yang tidak ada penjelasannya bukankah itru pembodohan ?

Pertqanyaan ini memperlihatkan bahwa ada kalau orang tidak diberi penjelanan yang cukup maka orang tidak mendapatkan kejelasan. Dan ilmu pengetahuan itu sendiri adalah mencoba menjawab segala sesuatu yang terjadi didunia ini, itu kan asumsi atau anggapan saja. Tetap diberi penjelasan sedetail mungkin kan tidak merubah kenyataan.

Gun :
Orang awa tidak pernah mengajar namun kalau dirasakan benar kalau dilakukan. Kalau orang jawa itu yan pentingn adalah bisa mendudukan dirinya sendiri.
Yang paling pokok adalah sopan santun kalau jawa itu sendiri.

Carter :
Menjadi diri sendiri

Gun :
Tetapi diri sendiri itu lebih sulit karena sebenarnya orang mengetahui diri sendiri adalah sulit.


Tatok :
Angger-2 itu apa ?
Karena seringkali dogma dibahsakan jawa menjadi angger-2 padahal diogma kan konstruksi sosial jadi kelihatannya tidak cocok lebih cocok Pokok-2 aaran jai ajaran yang palin menaar jadi kalau orang bertanya mengapa ? sampai mentok tidak bisa ditanyakan lagi itulah mendasar
Oke kalau cukup itu diskusi kita hari ini dan dapat memberikan manfaat

Selasa, 01 Juni 2010

Pertemuan ke-3

bertempat di rumah Pdt.Kristi


Antara Dogma dan Realita/Bagaimana Orang Jawa Memandang Dogma

Apa jawaban kita bila ditanya, “Siapakah Tuhan?” Berdasar diskusi Setu Paingan yang lalu, orang Jawa akan menjawab berdasarkan pengalamannya, sedangkan orang Barat akan menjawab sesuai definisi yang tersedia – semoga saya tidak salah merangkumkan. Hal ini menunjukkan bahwa orang Jawa (atau orang Timur pada umumnya?) senang memulai sesuatu dari pengalaman. Sedangkan orang Barat berawal dari definisi. Jadi sekarang, bgaimana dengan dogma?

Saya akan memulainya dengan meniru gaya orang Barat: mencari definisinya dulu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Kashiko, dogma berarti ajaran tentang keyakinan atau kepercayaan yang harus dijalankan (diterima) sebagai hal yang baik dan benar (tidak boleh dipersoalkan atau dibantah); keyakinan khusus. Sedangkan menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary, dogma adalah a belief or a set of beliefs held by a group or organization, which others are expected to accept without argument. Dari dua arti itu, saya rumuskan satu frasa kunci mengenai dogma, yaitu “tidak boleh dipersoalkan”. Hal ini menimbulkan kesan yang kaku, tidak ada kemerdekaan bagi penerima ajaran untuk memilih, menelaah, dan menentukan kebenaran atau kesesuaian dari sebuah ajaran.

Bagaimana dengan orang Jawa? Tidak ada kata dogma dalam kamus bahasa Jawa. Satu kata yang menurut saya agak senada adalah pitutur yang berarti piwulang kabecikan, pepeling sarta pamrayoga. Yang menarik dari definisi ini adalah kata pepeling dan pamrayoga. Hal itu menunjukkan bahwa ajaran yang disampaikan bukanlah paksaan, melainkan pengingat dan anjuran/saran. Kesan yang diterima dari definisi ini adalah adanya keluwesan, kemerdekaan bagi setiap orang yang menerima ajaran untuk tetap memilih, menelaah, dan menentukan kebenaran atau kesesuaian dari ajaran itu. Tentu hal ini berbeda dengan dogma tadi.

Berdasar definisi tadi, jika dikaitkan dengan pengalaman yang terangkum dalam diskusi di atas, berarti orang Jawa juga tidak akan suka dengan dogma. Sebab, jika dogma tidak boleh dipersoalkan, bagaimana bila dogma yang ada kurang sesuai dengan pengalamannya? Orang Jawa akan bingung bukan?

Lalu apa tidak perlu ada ajaran sama sekali?

Saya rasa ajaran tetap perlu. Sama halnya, pitutur juga adalah ajaran. Namun ajaran itu tidak sempat menjadi dogma sebab setiap orang yang mendengar diberi kesempatan untuk mendialogkannya dengan diri dan pengalamannya pribadi. Ajaran itu tidak menjadi sesuatu yang tidak boleh dipersoalkan, sebab sifatnya adalah pamrayoga, anjuran.

Saya jadi ingat, pada saat di Jakarta Rabu lalu, saya diminta membaca rencana naskah presentasi Pdt. Yoel dari GKJ Jakarta mengenai intensitas pembacaan Alkitab. Dia menulis mengenai cara yang dipandangnya cukup efektif untuk menambah intensitas pembacaan Alkitab, yaitu model bercerita. Jadi, yang diusulkan bukan model indoktrinasi, melainkan bercerita yang benar-benar dramatis dan membangkitkan imajinasi pendengar. Metode ini dipandangnya membuat anak lebih bisa menangkap makna cerita tanpa harus diarahkan atau digurui secara langsung. Dengan mendengarkan dan berimajinasi, anak akan bisa menangkap nilai-nilai yang dikandung oleh cerita itu.

Rasanya kehidupan orang Jawa juga penuh dengan cerita. Pitutur disampaikan melalui cerita wayang, tembang, dan tarian. Bisa dikatakan, semua berupa pamrayoga. Mau mendengarkan dan mengolahnya membawa pada kebaikan, bila tidak ya sudah. Bahkan kata bapak saya, ada tokoh Togog (semoga tidak salah) yang perannya adalah njlomprongke orang yang sudah tidak bisa dikasih tahu. Selain itu juga digunakan peribahasa atau perumpamaan.

Rasanya, mengingat hal-hal yang dilakukan oleh orang Jawa dalam menyampaikan pitutur mengingatkan akan cara Yesus mengajar, yang sering menggunakan perumpamaan. Yang oleh bapak saya, dalam pertemuan Setu Paingan yang pertama disebut sebagai Yesus berada di atas dan melampaui segala aturan.

Orang sering sibuk memikirkan bagaimana rumusan dogma yang harus diajarkan. Namun orang sering melupakan bahwa orang yang sedang diajar adalah manusia seutuhnya yang juga berhak untuk memiliki pengalaman sendiri dengan Tuhannya dan kemudian mengaktualisasikannya dalam hidupnya.

Nmun saya juga jadi ingat kepada ajaran-ajaran semisal, “Aja lungguh neng lawang, ndak adoh jodho.” Ajaran semacam ini bisa menjadi dogma – tidak boleh dipersoalkan – saat yang mengajarkan tidak tahu makna di dalam ajaran itu. Generasi demi generasi, semakin tidak memahami ajaran itu dan tinggallah menjadi dogma yang mati.
Bagaimana?

Kristi

endus